Kita sengaja kembali mengangkat satu penyakit kronis bangsa ini: korupsi! Isu itu kita angkat berbarengan dengan masa kampanye Pemilu 2009.
Laporan harian ini menggambarkan betapa virus korupsi merambah ke seluruh pelosok Tanah Air. Hampir tidak ada wilayah yang bebas dari korupsi. Dari sisi profesi, hampir semua profesi mempunyai wakil di dalam tahanan karena terjerat korupsi. Ada jaksa, ada hakim, ada polisi, ada advokat, ada politisi, ada aktivis LSM, ada pula pengusaha atau pelobi perkara.
Kita prihatin dengan terus merebaknya korupsi. Seakan korupsi terus saja terjadi, dan tidak ada tanda-tanda pelambatan, kendati sistem politik Indonesia telah berubah dari otoriter menuju demokrasi. Pola korupsi memang berubah. Jika pada Orde Baru korupsi terpusat di Jakarta, kini bergerak ke daerah. Kalau pada era Orde Baru korupsi berpusat pada eksekutif, kini legislatif dan yudikatif mulai ikut-ikutan.
Lalu, apa artinya 10 tahun reformasi? Kita tidak ingin reformasi hanya berarti perubahan konstitusi yang berimplikasi pada perubahan sistem pemilu atau sistem politik. Kita berharap reformasi menyentuh perubahan perilaku, perubahan cara hidup yang menempatkan secara tegas ”milikmu” dan ”milikku”.
Kita sungguh bertanya-tanya mengapa sikap keras Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan menyadap, menangkap, dan kemudian menahan orang yang diduga melakukan suap atau korupsi tidak membuat orang takut atau gentar. Bahkan, seorang tahanan yang ditangkap KPK setelah teleponnya disadap kembali melakukan percakapan telepon dengan sesama tahanan, dan kembali lagi disadap KPK.
Publik kadang sampai kehabisan akal bagaimana korupsi diberantas. Ataukah pemberantasan korupsi hanya retorika atau jargon politik untuk meraih kekuasaan? Ataukah kita memang sebenarnya menikmati sistem yang korup seperti ini sehingga tema pemberantasan korupsi hanya retorika politik belaka?
Korupsi adalah isu terkini yang harus dijawab partai politik, calon anggota legislatif, calon presiden dalam Pemilu 2009. Mereka semuanya, termasuk kelompok masyarakat, harus berpikir keras untuk menjawab permasalahan korupsi ketika langkah legal formal sudah tidak mampu lagi menghentikan praktik korupsi.
Gagasan memberlakukan hukuman mati bagi mereka yang mengorupsi uang rakyat, seperti diterapkan Pemerintah China, memang akan ditentang aktivis hak asasi manusia sebagai pelanggaran HAM. Meski demikian, praktik korupsi juga jelas-jelas merupakan pelanggaran hak ekonomi, sosial, dan budaya.
Calon presiden 2009, pemimpin partai politik, pemimpin ormas, dan pemimpin agama harus menyatukan pandangan bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa, yang harus ditindak secara luar biasa pula. Ide pembuktian terbalik yang belum diadopsi sistem hukum Indonesia perlu dipikirkan jika memang langkah itu diyakini bisa menjadikan Indonesia bebas korupsi!
Laporan harian ini menggambarkan betapa virus korupsi merambah ke seluruh pelosok Tanah Air. Hampir tidak ada wilayah yang bebas dari korupsi. Dari sisi profesi, hampir semua profesi mempunyai wakil di dalam tahanan karena terjerat korupsi. Ada jaksa, ada hakim, ada polisi, ada advokat, ada politisi, ada aktivis LSM, ada pula pengusaha atau pelobi perkara.
Kita prihatin dengan terus merebaknya korupsi. Seakan korupsi terus saja terjadi, dan tidak ada tanda-tanda pelambatan, kendati sistem politik Indonesia telah berubah dari otoriter menuju demokrasi. Pola korupsi memang berubah. Jika pada Orde Baru korupsi terpusat di Jakarta, kini bergerak ke daerah. Kalau pada era Orde Baru korupsi berpusat pada eksekutif, kini legislatif dan yudikatif mulai ikut-ikutan.
Lalu, apa artinya 10 tahun reformasi? Kita tidak ingin reformasi hanya berarti perubahan konstitusi yang berimplikasi pada perubahan sistem pemilu atau sistem politik. Kita berharap reformasi menyentuh perubahan perilaku, perubahan cara hidup yang menempatkan secara tegas ”milikmu” dan ”milikku”.
Kita sungguh bertanya-tanya mengapa sikap keras Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan menyadap, menangkap, dan kemudian menahan orang yang diduga melakukan suap atau korupsi tidak membuat orang takut atau gentar. Bahkan, seorang tahanan yang ditangkap KPK setelah teleponnya disadap kembali melakukan percakapan telepon dengan sesama tahanan, dan kembali lagi disadap KPK.
Publik kadang sampai kehabisan akal bagaimana korupsi diberantas. Ataukah pemberantasan korupsi hanya retorika atau jargon politik untuk meraih kekuasaan? Ataukah kita memang sebenarnya menikmati sistem yang korup seperti ini sehingga tema pemberantasan korupsi hanya retorika politik belaka?
Korupsi adalah isu terkini yang harus dijawab partai politik, calon anggota legislatif, calon presiden dalam Pemilu 2009. Mereka semuanya, termasuk kelompok masyarakat, harus berpikir keras untuk menjawab permasalahan korupsi ketika langkah legal formal sudah tidak mampu lagi menghentikan praktik korupsi.
Gagasan memberlakukan hukuman mati bagi mereka yang mengorupsi uang rakyat, seperti diterapkan Pemerintah China, memang akan ditentang aktivis hak asasi manusia sebagai pelanggaran HAM. Meski demikian, praktik korupsi juga jelas-jelas merupakan pelanggaran hak ekonomi, sosial, dan budaya.
Calon presiden 2009, pemimpin partai politik, pemimpin ormas, dan pemimpin agama harus menyatukan pandangan bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa, yang harus ditindak secara luar biasa pula. Ide pembuktian terbalik yang belum diadopsi sistem hukum Indonesia perlu dipikirkan jika memang langkah itu diyakini bisa menjadikan Indonesia bebas korupsi!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar